Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Matius 6: 33)

Rabu, 09 Mei 2012

Mempertimbangkan Self-Publishing (Print-On-Demand)

Kamu suka nulis? Kamu pengen jadi novelis? Kamu pengen buku kamu terbit? Berarti sama kayak gue, hahaha. Sebagai seseorang yang hobi nulis, kayaknya telat buat gue tahu apa itu self-publishing haha. Gue baru tahu konsep self-publishing dengan sistem Print-on-Demand ini beberapa hari lalu. Waktu itu gue lagi buka-buka situsnya Mizan (untuk yang kesekian kalinya) demi mencari informasi bagaimana gue bisa menerbitkan novel gue. Ternyata Mizan baru saja meluncurkan program Print-on-Demand, di mana penulis bisa langsung menerbitkan bukunya tanpa harus berbelit-belit dengan proses birokrasi konvensional yang ribet dan memakan waktu lama. Buku akan "dipajang" di portalnya Mizan itu dan hanya akan dicetak bila ada yang memesan. Proses penyuntingan, proses pembuatan desain sampul, semuanya dilakukan oleh penulis. Jadi, di sini penulis sekaligus diposisikan sebagai seorang penerbit. Tentu saja ada template yang sudah disediakan, yang harus diunduh terlebih dahulu.

ilustrasi: http://www.ehow.com/how_107987_self-publish-book.html


Singkat cerita gue menjelajah dunia maya, bertanya-tanya kepada Mbah Google, dan tahu bahwa Mizan bukan yang pertama menerapkan sistem ini. Ada nulisbuku.com, yang udah menghasilkan banyak buku-buku Print-on-Demand daripada Mizan yang saat itu baru memiliki satu buku Print-on-Demand. Nulisbuku ini bisa dibilang portal self-publishing pertama dan terbesar di Indonesia (kalau salah, mohon koreksinya ya).

Wah, kayaknya gampang banget ya. Impian kita untuk menjadi seorang penulis akan segera menjadi kenyataan! Nggak ada lagi acara ditolak penerbit, atau negosiasi royalti sama penerbit, dan lain sebagainya.

Well, apakah segampang yang dipikirkan? Dan, apakah benar-benar solusi untuk kita yang ingin menerbitkan buku? Gue yang sebenernya udah register dan download template di Nulisbuku, akhirnya menangguhkan niat gue untuk menerbitkan buku dengan jalur Print-on-Demand ini.

Yang pertama adalah, kita harus mendesain sampul buku kita sendiri. Tentu saja kita tidak bisa sembarangan dalam membuat desain. Kita harus membuat desain yang menarik dan sesuai, nggak asal "insert picture" atau "insert wordart". Tentunya kita membutuhkan software desain grafis. Masalah pertama buat gue pun datang: gue nggak punya software desain grafis buat menyesuaikan template yang udah gue download dengan desain yang gue inginkan. Ditambah, gue nggak bisa desain grafis :'(
Beruntunglah yang punya temen jago desain grafis. Tapi kalau nggak, kita juga bisa memakai jasa pembuatan desain. Tentu aja berbayar, dan ini harus dipertimbangkan.

Hal kedua, kita harus menyunting naskah kita sendiri. Mungkin kamu merasa naskahmu udah kamu sunting sendiri dengan baik, udah memenuhi kriteria-kriteria standar penerbitan buku. Tapi, begitukah menurut pembaca kamu? Kalau misalnya menggunakan jasa penyuntingan, ini tentu menuntut kita buat mengeluarkan dana lagi. Haha.

Nah, selanjutnya adalah hal yang kayaknya jadi kelebihan, padahal sebenernya sama aja (bahkan bisa jadi kekurangan). Oke, kita emang nggak perlu mengeluarkan biaya buat nge-print novel kita, seperti yang harus kita lakukan kalau mengirimkan naskah kepada penerbit (hard-copy).
Tapi ternyata...
Kamu harus tetap mengeluarkan duit untuk buku yang kamu submit ke Nulisbuku atau jasa self-publishing lainnya. Baru deh ditampilkan di portal mereka. Nah loh, udah keluar duit lagi kan? Kalaupun jasa self-publishing kamu nggak menuntut tahap ini, kamu tetep harus punya buku kamu dalam bentuk hard-copy. Gunanya buat apa? Buat kamu bisa promosiin buku kamu ke temen-temen kamu.

Dari kalimat terakhir di atas, ada lagi hal yang harus kamu pertimbangkan. Sebagai seorang self-publisher, kamu dituntut untuk pandai melakukan promosi. Baik promosi online (dengan media sosial atau forum online) maupun offline. Jangan dikira gampang lho melakukan promosi ini. Kenapa? Karena: 1) Kamu bukanlah siapa-siapa hehe, dan 2) Buku kamu diterbitin dengan cara self-publishing. Di sini, kredibilitas kamu dan karya kamu menjadi pertanyaan besar. Kecuali kamu udah jadi penulis terkenal, dan membuat buku secara self-publishing, di situ kamu masih punya kekuatan.

Di Indonesia, sistem seperti ini belum populer. Orang kalau mau beli buku, ya ke toko buku. Buku yang dibeli pun buku yang emang bener-bener dicetak oleh penerbit. Mereka bisa melihat bukunya secara langsung, membelinya secara langsung, dan bisa langsung dibawa pulang ke rumah untuk dibaca. Kalau Print-on-Demand seperti ini, pembeli masih harus menunggu waktu lagi untuk buku yang dia beli sampai di depan rumahnya. Belum dengan metode pembayaran via transfer yang kadang tidak disukai. Nah, sampai di sini temen-temen bisa berpikir-pikir lagi. Kalaupun semua hambatan di atas bisa temen-temen atasi, apakah kamu yakin buku kamu akan laris dibeli? Yakin kamu bisa terkenal seperti novelis idolamu? Kecuali kalau emang kamu pengen sekedar menerbitkan buku, tapi nggak peduli seberapa larisnya buku kamu.

Buat gue pribadi, gue masih akan tetap memilih cara konvensional. Gue yakin aja sih, kalau misalnya novel gue nggak diterima, berarti mungkin emang novel gue belum layak jual. Mungkin dari segi cerita kurang berbobot, temanya pasaran, gaya bahasanya kacau, dan lain sebagainya. Memang nggak mudah dan nggak sebentar, nunggu 3 bulan belum tentu diterima, bahkan kalaupun udah diterima pun masih ada proses berbulan-bulan lagi yang harus dijalani, but I'll fight for it!

Silakan buat temen-temen yang mau berkomentar. Ini sekedar analisis dan opini saya. Tetap semangat menulis semuanyaaa. Tuhan memberkati :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar