Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Matius 6: 33)

Jumat, 28 Oktober 2011

RESENSI FILM: FINAL DESTINATION 5

Final Destination. Gw yakin banyak dari kita-kita, anak-anak gaul, yang tahu tentang film bersekual yang satu ini, meskipun kita bukan penggemar film thriller sekalipun.

Melanjutkan empat sekuel sebelumnya, film thriller yang diproduksi oleh Warner Bros dan New Lne Cinema ini menceritakan tentang sekelompok karyawan sebuah perusahaan yang selamat dari sebuah kecelakaan jembatan yang roboh, ketika mereka sedang menuju perjalanan menuju tempat retret mereka. Ada delapan orang, yakni Sam dan Molly (kekasihnya), Peter (bos Sam) dan Candice (kekasihnya), Isaac, Olivia, Nathan, dan Dennis (pemimpin perusahaan). Ada adegan-adegan yang menjijikkan (serba berdarah-darah) saat kecelakaan tersebut terjadi dalam penglihatan Sam.



Hingga kemudian, seperti yang biasanya terjadi pada Final Destination yang sebelum-sebelumnya, satu per satu dari delapan survivor tersebut tewas mengenaskan. Dimulai dari Candice yang mati saat berlatih senam, Isaac yang mati di tepat spa, Dennis yang tewas di pabrik, Olivia yang tewas saat melakukan operasi mata, hingga akhirnya Peter, Sam, Molly, dan Nathan. Gue nggak akan menceritakan bagaimana mereka tewas, gue bukan orang yang suka memberi spoiler :D

Khusus Peter, yang frustasi dengan kematian Candice, dan takut dengan gilirannya mati, berusaha untuk membunuh Molly. Dengan nyawa Molly, dia berharap akan memperleh kehidupan. Maka sempat ada adegan perkelahian dengan Sam, kekasih, Molly, hingga akhirnya Peter tewas di tangan Sam. Sam dan Molly sendiri tewas saat berada di dalam pesawat penerbangan 180 saat sedang menuju Paris, tempat Sam mau magang.

Penerbangan 180?

Yep. Penerbangan 180 yang itu, yang menjadi kecelakaan utama di Final Destination 1. Jadi, Sam dan Molly berada satu pesawat dengan rombongannya Alex Browning dan teman-teman sekolahnya. Tapi Sam dan Molly tidak ikut keluar, hingga akhirnya tewas dalam penerbangan 180 itu. Nathan? Tewas tertimpa serpihan pesawat.

Dari segi cerita cukup bagus, dengan adegan-adegan menegangkan yang membuat penonton menduga-duga. Hanya saja, dari segi efek visualnya, ada beberapa adegan yang efek visualnya masih kurang bagus. Coba lihat waktu bus terjun ke sungai besar itu. Juga ada beberapa nilai-nilai kehidupan yang diselipkan dalam film ini. Salah satunya adalah pernyataan dari Dennis sesaat sebelum keberangkatan menuju tempat retret: "Satu hal yang tidak bisa didaur ulang di dunia ini adalah waktu." Atau pernyataan Molly pada Sam yang berbunyi, "Hidup ini terlalu singkat untuk dijalani. Maka, lakukan apa yang kau cintai."

Oke oke, silakan nonton buat yang belum nonton :)

Sabtu, 01 Oktober 2011

Antara Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, dan Manila: Moda Transportasi Umum

Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, dan Manila. Lima kota besar di kawasan Asia Tenggara yang menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, kebudayaan, bahkan pariwisata di negaranya, bahkan di dunia internasional. Dari semua kota itu, bahkan dibandingkan dengan semua kota di Asia Tenggara, Jakarta-lah kota yang paling besar.

Namun, ternyata moda transportasi massal Jakarta masih ketinggalan dibandingkan kota-kota di negara tetangga.

Kuala Lumpur, Singapura, Bangkok, dan Manila, sudah memiliki moda transportasi massal berbasis rel yang dapat menjadi kebanggaan warganya. Moda transportasi tersebut memberikan kecepatan, kebersihan, dan kenyamanan bagi para penumpangnya. Mulai beroperasinya sudah lama lho, sudah bertahun-tahun lamanya.

Saya cukup senang ketika pada tahun 2004, Jakarta akhirnya mulai membangun jalur monorel yang akan membuatnya dapat bersaing dengan ibukota-ibukota di negara tetangga. Namun ternyata, proyek tersebut mandheg pada tahun 2008, dan akhirnya pada tahun ini resmi dihentikan. Proyek monorel akan digantikan dengan proyek bus layang. Itupun harus menunggu diselesaikannya masalah ganti-rugi antara pemerintah DKI Jakarta dengan pihak yang akan membangun proyek monorel Jakarta.

Kecewa? Tidak juga.

Sebenarnya, tidak ada monorel di Jakarta juga tidak apa-apa. Lagipula, moda transportasi massal berbasis rel dari kota-kota yang saya sebelumnya tidak melulu monorel kok. Jakarta kan juga sudah punya MRT (Mass Rapid Transit), ya KRL (Kereta Rel Listrik) Jabotabek itu.

KRL sendiri bisa menjadi hal yang cukup membanggakan. Kalau saja, bisa LEBIH BERSIH (baik kereta maupun stasiunnya). Soal urusan ketepatan waktu, dari yang saya tahu sih sudah cukup baik. Kalau kenyamanan, itu juga hasil dari kebersihan. Kalau bersih, pasti juga nyaman.

Jadi, kalau saya boleh memberi solusi untuk Pemerintah DKI Jakarta, daripada menghabis-habiskan uang untuk proyek baru, mungkin bisa dimulai dengan MERAWAT apa yang sudah ada. Ya KRL itu.

Tuhan memberkati