Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Matius 6: 33)

Kamis, 13 September 2012

GADIS KECIL PENJUAL VITACIMIN

Jam sudah mendekati pukul sembilan malam. Aku baru saja melangkah turun dari angkot St. Hall - Sarijadi di perempatan Pasteur, setelah sebelumnya aku menghadiri ibadah minggu gerejaku yang bertempat di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Pasteur itu. Kuseberangi jalan, menuju sisi di mana aku bisa naik angkot Cicaheum-Ciroyom yang akan membawaku menuju kontrakanku.

Aku mungkin tidak akan menyadari keberadaan makhluk mungil itu, jika dia tidak menawarkan dagangannya padaku.

Gadis kecil itu duduk di pembatas jalan. Pakaiannya lusuh, seperti yang biasa dipakai anak-anak jalanan lainnya. Rambutnya yang panjang dikuncir kuda. Dia menawarkan dagangannya tepat saat aku sampai di sampingnya. Dia menjual komoditi yang tidak dijual oleh kebanyakan pedagang asongan lainnya: Vitacimin. Sori, bukannya ingin promosi merek, aku hanya ingin bercerita dengan jelas di sini.

Tindakan pertama yang kulakukan adalah menolak tawarannya. Well, itu tindakan reflekku untuk setiap pengamen atau pengemis yang menghampiriku, haha. Namun tidak sampai semenit kemudian, aku mengubah pikiranku. Aku berlutut di sampingnya, dan bertanya, "Memang harganya berapa, Dek?"

"Satunya tiga ribu, kalau dua lima ribu," jawab gadis kecil itu dengan polos. (catatan: satu strip berisi 4 tablet Vitacimin)
Aku kemudian memutuskan untuk sedikit membantunya. Aku membeli dua strip Vitacimin darinya.
"Makasih, A," ujar gadis kecil itu.

Dia kemudian pergi menjauh. Berjalan menghampiri beberapa mobil kinclong yang berhenti karena tuntutan lampu merah. Aku memperhatikannya selama beberapa saat, bersyukur bahwa ada seorang pengendara mobil yang mau membeli dagangannya. Yah, setidaknya masih ada satu orang kaya yang baik hati di kota ini. Pengendara mobil yang lain hanya melongok sebentar saat anak itu menghampirinya, namun mereka tidak punya hati yang cukup besar untuk mau membantu gadis cilik itu.

Aku kemudian teringat dengan khotbah yang kudapatkan di gereja, yang menganjurkan kita untuk tidak mengasihani diri. Aku sendiri juga baru saja ditraktir makan malam oleh salah seorang temanku. Mungkin ini saatnya aku mewujudkan tanda syukur dan terima kasihku dengan membantu orang lain. Meskipun tidak banyak bantuan yang bisa kuberikan kepada gadis kecil itu, tapi setidaknya aku sudah mau melakukan apa yang ingin kulakukan, tidak terlalu memikirkan bagaimana kondisiku sendiri saat ini. Selalu ada yang bisa kulakukan, dimulai dengan menolong seseorang.
Aku geli dengan pernyataan salah seorang temanku setelah mendengar ceritaku ini. Dia takut membeli Vitacimin dari gadis kecil itu karena takut produk tersebut sudah tidak layak konsumsi lantaran sudah terpapar sinar matahari langsung dan terkena suhu luar ruang selama berjam-jam. Haha. Yah, kalau mau nolong sih ya nolong aja, nggak usah kebanyakan mikir bray.

Gadis itu kemudian menyeberang ke sisi jalan yang lain, di mana kendaraan-kendaraannya sedang berhenti mematuhi rambu lalu lintas. Aku mengikutinya, namun kemudian aku kehilangan dia. Cepat juga larinya, pikirku. Atau mungkin tubuh mungilnya itu tenggelam ditelan lautan mobil-mobil besar yang berdesak-desakan di sudut perempatan hingga aku tak dapat menemukannya.

Aku ingin berbincang-bincang dengannya. Sudah berapa jam dia berjualan? Apakah sulit menjual dagangannya? Sudah makan malam apa belum? Apa yang orangtuanya lakukan? Dia masih sekolah apa tidak? Yah, mungkin akan aku tanyakan nanti di kesempatan berikutnya. Aku sendiri baru pertama kali bertemu dengannya, meskipun aku sudah bertahun-tahun melalui tempat itu setiap Minggu malam.

Hei, gadis kecil penjual Vitacimin, lain kali kita bertemu lagi ya. Aku ingin ngobrol sama kamu, bahkan mungkin makan malam bareng kamu. Aku berharap masih ada cukup banyak hati yang dapat memampukanmu bertahan hidup di dunia yang semakin dingin dan sekarat ini.